“Ya Rabb, aku sedang memikirkan posisiku kelak di akhirat, mungkinkah
aku berdampingan dengan penghulu para wanita Khadijah Al-Kubra yang
berjuang dengan harta dan jiwanya?
Ataukah dengan Hafshah binti Abu Bakar yang dibela oleh Allah saat akan dicerai karena shawwamah dan qawwamahnya?
Atau dengan Aisyah yang telah hafal 3500-an hadits, sedangkan aku, ehm 500 juga belum.
Atau dengan Ummu Sulaim yang shabirah
Atau dengan Asma yang mengurus kendaraan suaminya dan mencela putranya saat istirahat dari jihad…
Atau dengan siapa ya Allah, tolong beri kekuatan untuk mengejar amaliah
mereka… sehingga aku layak bertemu mereka bahkan bisa berbincang dengan
mereka di taman Firdaus-Mu.”
Dalam Sekapur Sirih, beliau menulis untaian kalimat indah:
Puji syukur ke hadirat Allah Yang Maha Perkasa, Pemilik alam raya beserta seluruh isinya.
Segala kesyukuran pada-Nya Yang Esa
Atas bulir-bulir kasih sayang yang senantiasa bersemi,
menautkan keping demi keping serpihan yang terserak
dalam untaian
pengabdian………..
Ketika kata mendaki, meniti pelangi
ufuk pun tersenyum
menanti…………………
Buku ini–pembaca yang bijaksana–hanyalah sebuah kumpulan gagasan sederhana
Tak ada yang dapat ditawarkan olehnya, kecuali kata.
Namun kata-kata itu lahir dari cinta,
ya, dari cinta,
yang mengalun di relung-relung kalbu,
menyusuri hari demi hari.
Cinta yang menumbuhkan warna-warni,
yang menghilangkan segala sepah,
yang mengurai kemasygulan dan menumbuhkan keyakinan:
“Tiap-tiap
yang berjiwa akan merasakan mati. Kami akan menguji kamu dengan
keburukan dan kebaikan sebagai cobaan (yang sebenar-benarnya). Dan hanya
kepada Kamilah kamu dikembalikan.” (Al-Anbiyaa:35)
(dikutip dari buku Pergerakan Muslimah Menyongsong Era Baru)
Sumber: http://www.dakwatuna.com/2011/05/12281/kenangan-dari-ustadzah-yoyoh-yusroh/#ixzz1aTza812R
No comments:
Post a Comment