Its Me...!

My photo
Depok, Jawa Barat, Indonesia
Cool, Calm and Confident

Saturday 19 May 2018

Perubahan Sistem Ujian Kelulusan , Sudah Tepatkah ?



Sebuah opini tentang kondisi pendidikan
Oleh : Dini Apriani

“Kurang cerdas dapat diperbaiki dengan belajar, kurang cakap dapat dihilangkan dengan pengalaman, namun tidak jujur itu sulit diperbaiki”
(Bung Hatta)

Poin utama dari pernyataan Bung Hatta mengarah pada betapa pentingnya pembentukan karakter. Sekolah sebagai lembaga pendidikan formal memiliki peran tersebut, walaupun peran utama pembentukan karakter tetap berada di orangtua. Namun yang menjadi kendala adalah ketika tenaga pendidik belum optimal menjalankan perannya .
Pengubahan sistem ujian akhir sekolah tingkat Sekolah Menengah Atas (SMA) dibuat sedemikian rupa untuk mengatasi ketidakjujuran yang memang sudah menjadi “penyakit” .  Mulai dari perubahan Ujian Nasional (UN) berbasis kertas diganti dengan Ujian Nasional Berbasis Komputer (UNBK). Tahun sebelumnya Ujian kelulusan terdiri dari Ujian sekolah dan Ujian Nasional. Tahun ini Ujian Sekolah dibagi menjadi dua yaitu, Ujian Sekolah (US) dan Ujian Sekolah berstandar Nasional  (USBN).
Ujian Nasional  pun mengalami perubahan. Pada awalnya UN terdiri dari enam pelajaran yaitu tiga mata pelajaran wajib (Bahasa Indonesia, Bahasa Inggris, Matematika)  dan tiga mata pelajaran jurusan. Tahun ini UN terdiri dari tiga  mata pelajaran wajib dan satu mata pelajaran jurusan. Siswa berhak memilih salah satu dari tiga mata pelajaran jurusan yang disesuaikan dengan kemampuan dan minat.
Banyak informasi yang tidak jelas berkaitan dengan perubahan system ujian ini. Misalnya pemilihan mata pelajaran jurusan yang harus disesuaikan dengan jurusan pilihan perguruan tinggi. Namun pedoman pemilihan jurusan atau pengklasifikasian antara mata pelajaran dan jurusan yang dipilih pun tidak ada. Hal ini cukup membuat siswa mengalami kebingungan dalam menentukan jurusan yang dipilih melalui jalur Seleski Nasional Masuk Perguruan Tinggi Negeri (SNMPTN). Selain itu  guru juga menjadi sulit untuk mengarahkan siswa tanpa pedoman yang jelas.
Selain itu fenomena USBN banyak mengalami kebocoran. Hal itu bisa dilihat dari beredarnya kunci jawaban, pembahasan soal di bimbingan belajar, sekolah yang memberikan soal kepada siswa dan berbagai macam tindakan lain yang mengarah pada ketidakjujuran.  Alih-alih ingin menstandarkan kompetensi dengan soal yang dibuat oleh provinsi, ternyata membuka peluang ketidakjujuran yang semakin besar. Belum lagi soal-soal ujian yang banyak rancu, tidak jelas, dan tidak ada kunci jawaban.  Hal ini menunjukkan ketidaksiapan pihak provinsi dalam menjalankan sistem yang telah ditetapkan pemerintah pusat. Maka pelaksanaan teknis di lapangan perlu  dievaluasi, karena kondisi tersebut dapat menyebabkan tujuan pemetaan dan standarisasi kemampuan tidak tercapai.

Hal-hal seperti ini harus menjadi perhatian pemerintah. Untuk ujian akhir sekolah tingkat SMA, sosialisasi  perubahan system sangat mendadak. Di satu sisi mencoba memahami upaya pemerintah untuk meningkatkan kualitas kelulusan . Namun disisi lain, ketidaksiapan tingkat bawah menjalankan sistem akhirnya membuat tujuan yang ingin dicapai pemerintah pusat menjadi bias.  Sistem harus mulai dijalankan tanpa ada pedoman atau petunjuk yang jelas. 
Tidak bisa memang menyalahkan pemerintah sepenuhnya. Mereka telah membuat konsep sedemikian rupa untuk mengatasi carut marut ujian akhir sekolah ataupun ujian nasional. Di sisi lain masih ada saja pihak-pihak yang mencari celah untuk sekedar mengajar nama baik sekolah dengan menghalalkan segala acara. Fenomena ini memang menjadi lingkaran setan dan benang kusut dalam dunia pendidikan.
Mengurai benang kusut ini  harus dimulai dari kunci dari sebuah pendidikan, yaitu pendidik dan tenaga kependidikan. Sebagus apapun system yang dibuat jika SDM dalam dunia pendidikan tidak direvolusi, maka permasalahan ini akan terus ada dan semakin kusut. Proses seleksi mahasiswa yang masuk ke perguruan tinggi bidang kependidikan harus lebih selektif.
Saat ini yang terjadi adalah pemilihan bidang kuliah pendidikan merupakan pelarian dari tidak diterima nya di perguruan tinggi favorit atau pilihan terakhir “daripada tidak kuliah”. Perguruan tinggi bidang pendidikan masih menjadi pilihan kesekian dan dipandang sebelah mata oleh para lulusan pendidikan menengah atas.
Berdasarkan buku finish lesson ( tahun, penulis) tentang pendidikan di Finlandia, dijabarkan bahwa  profesi guru begitu terhormat dengan gaji yang luar biasa. Peran dan dukungan pemerintah juga begitu besar dalam fasilitas dan financial. Siapapun pemerintah yang menjabat, sistem pendidikan tetap berjalan sesuai dengan apa yang telah dirumuskan. Seharusnya memang ada tim perumus khusus tentang system pendidikan yang bersifat independen dan melakukan evaluasi secara berkala. Sehingga ketika ada pergantian menteri, pergantian presiden tidak lantas serta merta kurikulum pun juga ikut berubah.
Keunggulan lain pendidikan di Finlandia dimulai dari proses seleksi calon mahasiswa keguruan yang  begitu ketat. Mereka menyadari bahwa pendidik menjadi penentu keberhasilan sebuah pendidikan. Sinergisitas antara pendidik dengan pemerintah akan semakin memantapkan konsep sistem pendidikan yang telah disusun.  Pendidik yang berintergritas akan menghasilkan kualitas peserta didik yang sesuai dengan tujuan yang telah dirumuskan dalam undang-undang. Maka benang kusut pendidikan perlahan akan mampu diurai.
Peserta didik saat ini adalah pemimpin dan penentu nasib bangsa di masa yang akan datang. Peningkatan kualitas tenaga pendidik dan kependidikan, baik dalam karakter maupun skill kependidikan  harus menjadi perhatian utama. Karena, mendidik generasi adalah membangun peradaban.