Its Me...!

My photo
Depok, Jawa Barat, Indonesia
Cool, Calm and Confident

Tuesday 30 September 2014

Fathering

d


Pentingnya Peran Ayah dalam Pengasuhan Anak
By Irwan Rinaldi,
Konsultan Fathering Parenting
Penyelenggara:
Kompaq (Komunitas Pecinta Al-Qur’an)
@PencintaQuran
parenting_1
Kajian ini bertempat di Masjid Ar-Ruhama, JatiPadang, Pasar Minggu, Jakarta Selatan dan dimulai pukul setengah dua siang hingga menjelang ashar. Pembicara kali ini adalah Kang Irwan Rinaldi. Beliau adalah konsultan parenting ayah dan anak, beliau fokus pada pendampingan dan pengasuhan anak.
Pada sesi awal, beliau menerangkan tentang pentingnya Fathering—bidang parenting yang fokus pada keayahan dan mengapa materi tentang keayahan ini sangat penting diterapkan di kehidupan rumah tangga muslim sekarang ini. Bahkan, pada zaman ini, zaman dimana Ghazwul Fikri (perang pemikiran) merajalela di kehidupan masyarakat, ilmu tentang parenting dan utamanya Fathering menjadi sangat jauh dari kehidupan keluarga islami. Naudzubillah.
Sangat naif, kata beliau, ketika Indonesia dengan segala potensi besar sumber daya manusianya dan sangat pesat perkembangan jumlah penduduknya, ternyata sebagian besar keluarganya tidak mengerti bagaiman mengasuh anaknya. Diibaratkan, ketika seseorang menikah, lalu sang istri sedang hamil tua, sang suami tidak tahu apa yang harus dilakukan, bahkan sang calon ibu juga tak tahu apa yang harus dilakukan. Keluarga muslim banyak yang tidak mengetahui pentingnya parenting karena hal ini sangat jarang dibahas di majelis-majelis taklim.
Sebagian besar keluarga tidak mengoptimalkan pengasuhan dan pengajaran pada anak ketika umur nol hingga tiga tahun. Padahal menurut teori, usia terbaik manusia itu di usia 0-15 tahun. Dan dari usia itu, yang lebih baik adalah pada usia 0-10 tahun, lebih baik dari itu adalah usia 0-5 tahun, hingga yang paling terbaik adalah pada saat usia 0-3 tahun. Apa sih yang sanggup dipelajari dari anak usia 0-3 tahun? Ternyata, anak usia 0-3 tahun dapat menghapal 1500 kata-kata baru secara cepat. 80% kecerdasan manusia terletak pada periode 0-3 tahun awal kehidupannya. Saraf-saraf otaknya sangat optimal pada tahun itu. Jaringan demi jaringan terus berkembang seiring dengan meluasnya informasi yang ia dapatkan. Itulah mengapa, muncul cendekiawan muda di jaman Nabi Muhammad SAW, yaitu Anas bin Malik, yang diumur 9 tahun sudah dapat menyelesaikan persoalan orang dewasa yang diberikan kepadanya. Anas bin Malik, itulah benchmark sesungguhnya jika kita berkaca terhadap perkembangan anak di umur 9 tahun. Lalu, mau jadi apa anak kita nanti ketika berumur 19 tahun? Menjadi pelajar biasa ataukah bisa menjadi Al Fatih, yang pada usia 19 tahun mampu memimpin pasukan dan merebut Konstantinopel?
Ilmu itu dari Al-Qur’an
Kang Irwan bercerita tentang pengalamannya dalam konferensi Parenting di Singapore. Ada sebuah tokoh parenting disana yang beliau kagumi karena buku parenting yang diterbitkannya sangat laris dan bagus sekali isinya. Namanya, Clayton, seorang yahudi. Kang Irwan bertanya kepadanya kurang lebih, “Mengapa kau bisa menulis buku yang bagus sekali?”, lalu Clayton menjawab, “Seharusnya Pak Irwan yang menulis buku itu, karena seluruh buku Fathering itu ditulis berdasarkan Al-Qur’an.” Miris sekali ketika harus seorang yahudi yang mengambil ibrah dari kitab suci yang dimiliki oleh kita—umat muslim. Bahkan dengan jelas, Allah telah menuliskan satu surah khusus untuk parenting keayahan dalam surah Luqman, yang menceritakan bagaimana Luqman mendidik anaknya untuk taat kepada Tuhannya. Jika saja orang tua mengerti hal ini, jika saja…
Indonesia Kekurangan Ayah
Negara Indonesia adalah negara yang kekurangan ayah secara psikologis. Kang Irwan menyebutnya dengan “Ayah ada – Ayah tiada”. Secara fisik dia ada, nampak, namun tidak ada dalam pengasuhan kepada anaknya. Berapa banyak ayah yang pulang kantor sangat lelah hingga tak mampu untuk sekedar tersenyum dan mendengar anaknya bercerita bagaimana ia membuat rumah-rumahan dari sedotan saat di sekolah? Kang Irwan berkata, jika sosok ayah di mata anak tidak ada, maka terlalu panjang tahap pendewasaan anak tersebut.
Usia puncak anak adalah 15 tahun, pada usia ini seharusnya anak sudah mencapai tahap kematangan psikologisnya. Pada jaman Nabi, Usamah sudah mulai mendaftarkan dirinya untuk berjihad bersama Nabi. Namun sayangnya, berdasar penelitian, usia biologis anak Indonesia mendahului usia psikologisnya. “Badan sudah besar dan kuat, namun mental masih seperti anak kecil”, kata beliau. Penulis juga berkaca pada diri sendiri ketika disindir bahwa mahasiswa sekarang hingga lulus masih meminta uang kepada orang tuanya dengan tanpa malu sedikitpun. Bahkan secuil kuku pun tak sanggup menandingi kedewasaan Anas bin Malik di usia 9 tahun.
Kang Irwan mengisyaratkan bahwa anak-anak kita nanti harus matang psikologis di usia 15 tahun, bukan di usia 30 tahun, dimana ia masih belum benar-benar mandiri dan belum dapat mengambil keputusan dari persoalan yang bahkan ia sendiri hadapi.
Terlalu Banyak Stimulan Perempuan
Dikarenakan ayah hanya berkutat pada pencarian nafkah, maka Parent Leader pun diserahkan kepada sang istri. Bahkan di PAUD dan TK pun gurunya 96% adalah perempuan. Anak-anak juga membutuhkan sosok ayah yang ada secara fisik dan psikologis, yang mampu menceritakan bagaimana gagahnya Muhammad, bagaimana kuat dan tegasnya Umar, bagaimana militannya Al Fatih, dan tokoh islam lainnya. Karena ada karakter yang bahkan seorang ibu tidak bisa mencontohkannya kepada anak, dan itu adalah tugas ayah dalam mengasuh anaknya.
Tentang Masa Lalu
Kang Irwan kemudian bercerita tentang masa lalunya. Tepatnya 20 tahun lalu, dia “dijebloskan” mengajar di Universitas Indonesia. Saat itu, guru beliau, Ustadz Rahmat berkata, “Mengajar disini masa depannya gelap.” Kata beliau. “yang cerah itu adalah mengajar TK.” Beliau melanjutkan.
“Mengapa cerah?”
“Orang di luar islam menjauhkan kita dari parenting. Jika umat islam mengerti dan mengamalkan ilmu parenting ini, maka akan tumbuh generasi Al-Fatih. Al Fatih yang matang di usia 15 tahun dan mampu menaklukkan Konstantinopel.”
Penulis setuju dengan Kang Irwan ketika beliau berkata bahwa dalam pengasuhan anak di usia 0-3 tahun, tidak boleh ada televisi di rumah, yang ada hanyalah pengajaran tauhid kepada anak.
“Mengapa harus mengajar di TK?” tanya Kang Irwan kepada gurunya
“Saya tidak mau anak-anak ini kehilangan dakwah dari orang tuanya. Mereka harus tumbuh jadi anak yang khusus, yang tumbuh secara ideal seperti halnya Hasan dan Husain ketika bersama Rasulullah.”
Dan pada saat 20 tahun lalu itulah ia menjadi satu-satunya guru TK laki-laki pertama di TK yang ia naungi. Saat itu, ia benar-benar menyaksikan bagaimana seorang ayah benar-benar bisa mempercepat pendewasaan mental pada anak
Curhatan seorang guru TK
Ada seorang ibu guru TK yang bercerita kepada Kang Irwan tentang salah satu anak didiknya. Suatu saat seorang anak laki-laki bertanya padanya,
“Bu Guru, emang Umar itu perkasa ya, Bu?” tanya anaknya.
Bu Gurunya hanya diam, hingga dalam diam itu dia menangis. Dia takut menjawab pertanyaan anak tersebut. Takut pula layaknya ia tak dapat mencontohkan bagaimana gagahnya seorang laki-laki yang bahkan setan pun pergi ketika ia melintas.
“Kemana semua laki-laki? Padahal jihad terbesar adalah mengajar anak-anak di masa kanak-kanak.”
Anak-anak butuh guru dan pengasuh lak-laki, yang dengan itu dia mengerti benar bagaimana karakter laki-laki. Bagaimana laki-laki itu bertingkah laku, bagaimana cara pandangnya terhadap suatu keadaan, bagaimana laki-laki itu marah, mengapa laki-laki itu keras, dan sebagainya.
Negara-negara besar dilihat dari bagaimana hebatnya TK dan SD nya.
Di Finlandia, jika seorang istri melahirkan, maka dia diberikan jatah cuti selama dua tahun. Yak, anda tidak salah baca, dan saya tidak typo—DUA tahun! Pembiayaannya pada tahun pertama dibayarkan oleh pemerintah Finlandia dan pada tahun kedua dibayarkan oleh tempat dia bekerja. Pembaca dapat mencari sendiri bagaimana perkembangan pendidikan anak di Finlandia, bagaimana negara tersebut mampu menciptakan sumber daya manusia yang sangat baik.
Umat islam dalam pemerintahan Khalifah Umar bin Abdul Aziz, jika di kurs kan uang pada saat ini, gaji guru kanak-kanak pada masa itu sekitar 90 juta rupiah per bulannya. Mengapa begitu besar? Karena pada saat itu, mereka mengerti betul pentingnya masa kanak-kanak dalam pembentukan karakter dan penginputan informasi ke dalam pribadi anak. Ketika di perguruan tinggi, kemampuan untuk menyerap informasi tak lagi mudah seperti saat dia balita.
Ayah Pendongeng
Fathering mengajarkan seorang ayah agar selalu bercerita kepada anaknya. Cara penyampaian cerita nya pun tergantung dengan usia anak tersebut. Cara menyampaikan pesan kepada anak umur 5 tahun berbeda dengan anak umur 10 tahun, itulah mengapa perlu adanya pengasuhan yang tak terputus oleh ayah kepada anaknya.
Father Hunger
Indonesia didaulat sebagai Fatherless Country, negara tanpa keberadaan ayah secara psikologis. Hingga akibatnya anak-anak mengalami krisis Father Hunger, dimana ia sangat membutuhkan sosok ayah, namun tak dapat dimilikinya, yang kemudian berdampak hilangnya rasa berani dan rasa percaya diri dalam dirinya.
Pengasuhan dan Pendidikan
Pengasuhan dan pendidikan adalah dua hal yang berbeda. Contohnya dalam konteks Al-Quran dan hubungannya kepada anak. Mengajarkan anak membaca Al-Qur’an, itu adalah pengajaran, sedangkan mengajari anak mencintai Al-Qur’an, itu adalah pengasuhan. Pengasuhan selayaknya tidak dilimpahkan ke orang lain selain orang tua itu sendiri. Pengasuhan merupakan pengajaran yang harus selaras antara ucapan dengan percontohan amalan tersebut. Pengasuhan adalah tentang amalan, bagaimana anak tersebut mencintai amal sholeh dan menggenggam prinsip tauhid yang dicontohkan oleh orang tuanya.
Di negara barat, training untuk baby sitter sangat ketat, karena mereka tahu bagaimana pentingnya tumbuh kembang anak dalam proses pendewasaannya.Baby sitter secara langsung bertanggung jawab atas pengasuhan yang ia lakukan dan dampaknya pada anak yang diasuhnya tersebut secara fisik dan psikologis.
Mari melihat dari agama lain. Di suatu gereja katolik, jika hari Minggu (ahad), semua laki-laki yang sudah berstatus sebagai ayah diperiksa terlebih dahulu sebelum memasuki gereja. Ditanyakan kepadanya apakah ia sudah mengajarkan alkitab kepada anaknya. Jika ternyata belum, ia wajib ikut ke kelas lain terlebih dahulu. Kurang lebih demikian.
Tentang Ayah
Kenapa anak lebih suka bermain GAME online dibandingkan belajar Al-Qur’an? Karena game online begitu dinamis, dimana ia dapat memainkan karakternya dan meng-customize nya menjadi sesuatu hal yang lebih baik dibandingkan milik teman-temannya. Ada rasa lapar dalam sebuah kedinamisan itu. Bahkan, penjaga warnet nya pun lebih komunikatif dibanding ayahnya. Sedangkan dalam pembelajaran Al-Qur’an yang dilakukan sekarang ini menjemukan dipandang dari kacamata anak-anak. Dan dibandingkan dengan penjaga warnet, ayah lebih cenderung diam dan tidak berkomentar banyak terhadap anak.
Disinilah terjadi krisis yang dinamakan “Father Hunger”, dimana anak merasa jenuh, kesepian, dan merasa tidak memiliki sosok ayah yang kuat yang dapat mereka teladani. Padahal, anak itu selalu meminta perhatian kepada orang tuanya. Hanya saja sebagian besar orang tua tidak mengerti cara menjadi orang tua yang baik. Ada sebuah keprihatinan di Indonesia, dimana orang tua mudah saja melahirkan seorang anak tanpa tahu bagaimana mereka akan mengasuhnya. Bahkan kata Kang Irwan, “Laptop yang saya beli ini saja ada manual booknya. Jika tidak ada, saya gak mau terima. Mengapa kita berani punya anak yang kita tidak tahu bagaimana cara mengasuhnya. Apa yang harus disampaikan ke anak? Apa saja yang harus diajarkan?”
Sepertinya sudah terlalu banyak anak jaman sekarang yang kegiatannya habis digunakan untuk les-les di luar sekolah semata-mata agar nilai raportnya bagus dan masuk sekolah favorit. Masihkah ada ayah yang mengajak anaknya membagi-bagikan makanan ke pemulung dan bercerita bagaimana anaknya harus bersyukur atas pemberian Allah SWT?
Anak membutuhkan tokoh ayah secara fisik dan psikologis, bahkan di masjid pun layaknya ada sosok ayah yang dapat membimbing anak-anak. Yang dapat bercerita tentang bagaimana hebatnya Nabi mereka, Muhammad SAW, hingga mereka beramai-ramai mencintainya. Rasulullah SAW pun dahulu menyambut Hasan dan Husain ketika mereka datang ke masjid, bahkan mengajak mereka bermain di masjid. Masih ingatkah cerita tentang Rasul yang sujud begitu lama hanya untuk mempersilakan Hasan dan Husain bermain kuda-kudaan di pungguh Rasulullah? Betapa mulianya islam yang mengajarkan ilmu Fathering kepada kita. Semoga kita dapat mengambil ibrahnya.
Menjadi Ayah
Menjadi ayah idaman tidak datang dengan sendirinya. Ia dibentuk dari suatu proses pendewasaan dan perbaikan karakter. Sebelum karakter Anda dicontoh oleh anak Anda nantinya, pastikan Anda sudah dikoreksi terlebih dahulu oleh pasangan Anda dan Anda sudah mulai memperbaiki karakter buruk itu. Menjadi ayah idola harus belajar terus menerus dalam memperbaiki kekurangan dan mengoptimalkan potensi anak di usia mudanya.
Pengasuhan yang harus diberikan ayah kepada anaknya ada 3 poinmenurt Kang Irwan:
Pengarahan
Pembiasaan
Keteladanan
Pada umur 0-10 tahun, anak sangat butuh banyak pengajaran dari orang tua. Pada tahun-tahun awal ini, anak sering berbuat kesalahan. Disinilah seorang ayah berperan dengan memberi contoh yang benar dari kesalahan yang dilakukan si kecil. Pengkoreksian yang rutin akan membuat sang anak mengerti betul bagaimana seharusnya bersikap. Karena pentingnya proses ini, maka selayaknya tidak boleh ada pendelegasian.
Pada umur 10-15 tahun, ayah selayaknya lebih banyak berdialog dengan anaknya. Pada tahap ini, anak sudah memiliki pemikiran sendiri dan bagaimana baik dan buruknya perilaku. Anak sangat membutuhkan bimbingan di fase ini. Fungsi ayah ada menjadi kontrol dan selalu memonitor sifat, sikap, dan perilaku anak.
Tentang Bosnia
Suatu kala di Bosnia, Kang Irwan ditugaskan sebagai relawan disana. Tidak sebagai prajurit, namun sebagai children traumatic volunteer—dimana ia menyelamatkan anak-anak korban perang dan mengasuhnya di camp pengungsian.
Suatu hari ada anak perempuan kecil, usianya sama dengan anak kelas 6SD kata beliau, ia berjalan bersama adik laki-lakinya yang masih kecil ke arah camp. Di waktu itu cuaca begitu dingin, dan mereka berdua berjalan dari jarak yang sangat jauh.
Kang Irwan kemudian menyambut mereka dengan mempersiapkan coklat. Karena anak kecil pasti suka dengan coklat, dan pasti mereka sudah kelelahan berjalan jauh di cuaca sedingin saat itu. Ketika memasuki Camp,disodorkannya coklat kepada anak perempuan tersebut—diterimanya coklat itu. Hingga akhirnya sang gadis kecil ini berkata, “Terimakasih atas coklatnya. Namun kami berdua datang jauh-jauh kemari, untuk mencari Al-Qur’an” Kang Irwan lalu melongok ke seisi camp, dan beliau baru sadar bahwa di camp tersebut tidak ada Al-Qur’an.
Allahu Akbar, bagaimana kesadaran anak gadis kecil itu di usianya yang sangat belia, ia mampu memegang teguh agamanya—menuju camp perlindungan tidak semata-mata untuk berlindung, namun untuk mencari mushaf Al-Qur’an.
Lebih Lanjut
Ada banyak tips yang sebenarnya bisa dijadikan referensi untuk mengurus anak, penulis sudah posting di SINI. silakan disimak untuk lebih detilnya.
Dan untuk kajian kali ini, Kang Irwan memberikan link dimana kita dapat mengunduh materi-materi parenting Fathering yang beliau posting di blog berikut:
Semoga rangkuman kali ini bermanfaat bagi ayah dan calon ayah yang mempersiapkan anak-anaknya menjadi kader dakwah dan mujahid muda.
Aamiin.
-srf-
@saungkertas

No comments:

Post a Comment