Its Me...!

My photo
Depok, Jawa Barat, Indonesia
Cool, Calm and Confident

Sunday 1 January 2012

Mengenal Rumaisha


Ia adalah wanita Anshor yang termasuk dalam golongan periode pertama wanita yang beriman. Nama sebenarnya Ar-Rumaisha, tetapi lebih dikenal dengan nama Ummu Sulaimi binti Salam An-Najjari. Pada masa jahiliyah ia menikah dengan Malik bin Nudhar An-Najjari dan melahirkan anak bernama Anas. Ketika Ummu Sulaimi telah menjadi mukminah, ia kemudian melaksanakan kewajibannya sebagai mukminah yang taat. Diajaknya sang suami untuk menjemput hidayah Islam, tetapi kecongkakkan jahiliyah telah membuat suaminya menutup mata atas kebenaran. Bahkan, Malik bin Nudhar An-Najjari marah. Maka, keluarganya dan kota Madinah ia tinggalkan. Negeri Syam menjadi tujuannya hingga ia meninggal disana.
Ummu sulaimi berkata, ”Saya tidak akan menikah hingga Anas baligh dan dapat duduk di majelis.” inilah yang membuat Anas bin Malik ra. Pernah berkata, ”Semoga Allah membalas ibuku dengan kebaikan, ia telah memeliharaku dengan baik.”
Waktu terus mengalir. Hingga tiba suatu masa, ketika itu seorang lelaki bernama Abu Thalhah bangkit melamar Ummu Sulaimi. Ia berkata, ”Ya Rumaisha, Anas telah duduk dalam majelis. Bagaimana jika aku melamarmu?” Maka jawab Ummu Sulaimi, ”Demi Allah! Orang seperti kamu ini wahai Abu Thalhah, tidak mungkin ditolak lamarannya. Hanya sayangnya kamu masih belum beriman, sementara aku adalah perempuan mukminah. Tidak halal bagiku menikah denganmu!”.
Abu Thalhah berkata dengan heran, ”Apakah yang menimpamu wahai Rumaisha? Apakah kau tidak suka dengan emas dan perak?”
”Aku tidak suka dengan emas dan perak. Engkau adalah orang yang menyembah sesuatu yang tidak dapat berbicara, tidak dapat melihat, dan tidak sedikit pun memberi manfaat padamu. Tidakkah engkau malu wahal Abu Thalhah, bahwa engkau menyembah benda yang sebenarnya dibuat oleh fulan dan fulan? Jika engkau masuk Islam, maka itulah maharku. Sungguh, aku sama sekali tidak mengharapkan mahar yang lain!” Jawab ummu sulaimi tegas dengan penuh izzah (kemuliaan).
Abu Thalhah terperangah. Betapa wanita dihadapannya ini adalah wanita cerdas yang mampu menggoncang kesadaran tentang kedunguan dirinya. Abu Thalhah kemudian bekata, ”Bagaimana dan dengan siapa aku harus menyatakan keislamanku, wahai Rumaisha?”
”Nyatakanlah kepada Rasulullah!”
Abu Thalhah mencari majelis Rasulullah saw. Kala itu beliau sedang dikerumuni para sahabatnya. Maka Rasulullah saw. Bersabda, ”Lihatlah Abu Thalhah, ia datang dengan wajah bersinar!”. maka terjadilah apa yang mesti terjadi. Abu Thalhah pun menyatakan keislamannya di hadapan Nabi. Itulah yang dijadikan mahar untuk menikahi Ummu Sulaimi. Maka seorang sahabat, Tsabit Al-Banani berkata, ”Aku sama sekali belum pernah melihat seorang perempuan yang lebih mulia mas kawinnya dibandingkan dengan mas kawin Ummu Sulaimi.”
Ummu Sulaimi menjadi isteri Abu Thalhah yang setia, menyenangkan bila dipandang, taat bila diperintah, dan menjaga amanah jika ditinggalkan suami ke luar rumah. Kebahagiaan mereka bertambah lagi ketika allah mengaruniai keluarga itu dengan bayi laki-laki. Anak tampan itu dipanggilnya Abu Umair.
Kawan, Allah sekali lagi akan mengajarkan kepada hambanya melalui keteguhan keluarga ini. Suatu hari anak yang sangat mereka sayangi ini sakit. Sementara Abu Thalhah menjalankan kewajibannya mencari nafkah disamping menghadiri majelis Rasulullah. Ummu Sulaimi dengan sabar merawat sang anak yang sakitnya semakin parah. Hingga suatu ketika tatkala Abu Thalhah belum lagi sampai dirumah, anak itu meninggal. Dengan sabar Ummu Sulaimi memandikan, mengafani, dan diselimuti dengan kain. Ia berpesan kepada orang-orang yang mengetahui peristiwa tersebut untuk tidak mengabarkan berita itu pada suaminya.
Ketika Abu Thalhah datang, ia menanyakan perihal anaknya. Ummu Sulaimi menjawab, ”Ia sekarang lebih tenang dari kemarin dan tengah beristirahat dengan tenteramnya!” Mendengar jawaban tersebut Abu Thalhah menjadi lega. Segera ia membersihkan badannya. Ummu Sulaimi menyiapkan santapan untuk berbuka saum suaminya itu.
Malam pun tiba. Ummu Sulaimi mengenakan pakaian terindah yang ia miliki. Ia juga memakai minyak wangi. Malam itu Abu Thalhah menggaulinya dengan bahagia. Ketika pagi tiba, Ummu Sulaimi bertanya pada suaminya, ”Wahai Abu Thalhah, bagaimana pendapatmu jika seseorang meminjam sesuatu kemudian sesuatu itu diambil oleh yang memiliki. Adakah sesuatu itu tetap dipertahankan oleh yang meminjam?”. abu Thalhah menjawab, ”Tidak! Peminjam harus mengembalikan barang pinjamannya dengan rela atau terpaksa. Dan itu yang semestinya dilakukan seorang peminjam!”. Ummu Sulaimi berkata, ”Maka demikianlah dengan anak kita. Ia dipinjamkan Allah kepada kita dan sekarang ia telah diambil kembali oleh Allah. Maka harapkanlah pahalanya disisi Allah!”. Abu Thalhah terkejut, ”innalillahi wa inna ilaihi raaji’uun. Engkau tinggalkan ia dan kau datangi aku hingga aku menggaulimu. Kemudian sekarang baru kau beritakan kepergiannya setelah semua berlalu. Demi Allah, aku akan mengadukan hal ini pada rasulullah!”.
Ketika hal itu dikatakan kepada Rasulullah, beliau tersenyum kemudian ia bersabda, ”Semoga Allah memberkatimu pada malam itu!” Doa Nabiyullah itu naik ke langit. Beberapa bulan kemudian lahirlah dari rahim Ummu Sulaimi bayi yang tampan dan kemudian diberi nama Abdullah bin Abu Thalhah. Kelak dari Abdullah ini, Abu Thalhah mendapatkan cucu seorang laki-laki yang bernama Ishak bin Abdullah bin Abu Thalhah, seorang tabi’in ahli fiqh yang termahsyur. Juga sembilan saudaranya yang lain, semuanya ahli ilmu dan hafal al-Qur’an.
Subhanallah, Allahu Akbar!!

Dikutip dari buku Teladan Tarbiyah

No comments:

Post a Comment