Fuyuno
Ai
by : sausan
"Brak!!!” Toni
menggebrak meja.
“Hey ! Anata!
Ngapain saja kamu seharian tadi! Masak begini saja tidakbecus! Dasar perempuan
tak tahu diri! Aku seharian capek tahu!” Toni terus mengumpat.
Tak lama kemudian
dia masuk ofuro. Sekali lagi Brakk! Pintu kamar mandipun jadi korban sasaran
berikutnya. Aku terduduk lega. Jantungku tak beraturan setiap kali mendengar
teriakan Toni. Segera kuambil air minum di atas meja. Belum sampai di mulutku
tiba-tiba.
”Hey ! Ambilkan
handuk sama piyama! Cepaaat!” Teriak Toni dengan kasar. Dengan setengah
ketakutan aku lakukan apa yang diinginkannya.
“Ya ya!..ini
kutaruh di atas sentakuki…” kataku sambil meletakkan handuk biru dan piyama
coklat di atas mesin cuci.
Setelah itu aku
membersihkan meja yang penuh berserak piring-piring akibat kemarahan Toni tadi.
Tiba-tiba dadaku terasa sesak, sampai kapan aku begini?
Air mataku mengalir
terus tak henti. Setiap saat hampir aku dipenuhi ketakutan. Toni tak selembut
yang kubayangkan. Sudah tiga bulan ini aku hidup bersamanya, seperti suami
istri. Aku jatuh cinta sejak pertama mengenalnya. Matanya agak sipit, meski
kulitnya kecoklatan. Indonesiajin, aku suka.
“Dasar cengeng!
Buat apa nangis?
"Cepat
bersihkan sana! Lelet!” Kata Toni mengagetkanku.
“Lelet?” Tanyaku.
Kulihat Toni melengos tak menjawab. Lelet? Kugigit bibir bawahku menahan pedih.
Entah berapa lama
aku sibuk membersihkkan peralatan makan dan dapur, tahu-tahu jam dinding sudah
menunjukkan pukul 12.00. Pantas saja tak kudengar suara Toni lagi. Biasanya dia
mengerjakan repoto sambil memutar musik keras. Ah Toni. Kenapa aku selalu bisa
bersabar menghadapimu? Meski kutahu tiap hari aku selalu menerima perlakuan
kasar darimu? Terlalu cintakah aku? Apakah aku terlalu berharap menjadi istri
Toni dan setelah usai program masternya berakhir di Todai, aku bisa ikut pulang
ke negerinya? Negeri indah yang sering kubaca di majalah, koran ataupun
buku-buku di kankousha?
Piuuh! Aku menghela
nafas panjang. Kupandangi wajah Toni yang meringkuk di futon. Rupanya musim Aki
membuat Toni kedinginan, padahal menurutku belum seberapa dingin. Menurut
tenkiyoho suhu udara Tokyo masih sekitar 23 derajat, hanya kalau hari mulai
malam suhu perlahan menurun. Hmm duduk di taman mungkin lebih sejuk.
*****
Aku berjalan
menyusuri barisan kamar. Ternyata ada banyak orang asing tinggal di apato ini.
Terlihat nama-nama asing tertulis di box surat yang baru kulintasi di ujung
apato. Selama ini aku jarang memperhatikan. Maklum, aku biasanya sibuk di
hari-hari biasa. Kuliah masuk jam 9 pagi dan selesei biasanya jam 3 sore.
Setelah itu baito di salah satu kombini terkenal dekat Shibuya. Jam 9 malam
baru bisa bernafas lega. Meski di rumah ada pekerjaan menumpuk selalu setia
menanti. Yah! Semua kulakukan atas nama cinta. Cintaku pada Toni, seorang calon
master IT.
Taman kecil yang
lebih suka kusebut “Pocket Park” di depan apato tampak lengang. Lampu taman
yang redup menambah suasana sepi. Di pintu masuk taman aku berpapasan dengan
seorang pemuda. Sepertinya penghuni apato juga. Tanpa memandangku dia
mengangguk sopan. Aku membalasnya dengan sedikit senyum. Oops! Ngapain senyum.
Orang dia gak lihat aku. Aku berkata pada diriku sendiri. Siapa dia ya? Hmm
kayaknya dia sering aku temui mendorong kereta bayi di taman ini. Bukankah dia
suami Fatimah San? Orang Indonesia yang juga sedang kuliah di Todai? Yup! Tidak
salah. Aku sering ketemu dengannya ketika kami sama-sama buang sampah. Dia
selalu menyapaku lebih dulu. Wajahnya terlihat bersih serta penuh senyum
dibungkus scraf yang selalu sepadan dengan baju dasternya. Aku menyebut daster
untuk baju yang sering dipakainya. Dia tak pernah kujumpai memakai pakaian
sepertiku jeans ketat, kaos ketat, dengan segala model belahan. Apa gak panas
tuh? Apalagi natsu …hmm taihenkamo.. Aku mengangkat bahu.
Saat tak ada kuliah
aku sering sendirian di rumah. Terutama hari juma’at, aku libur kuliah juga
libur baito. Saat itulah aku sering melihat wajah-wajah teduh berscraf di rumah
Fatimah San. Entah siang, atau sore aku lupa. Apa yang mereka lakukan ya?
Penasaran juga. Sepertinya mereka rukun dan akrab sekali
Di kampus aku punya
teman yang pakai seperti itu juga. Futari dake, tapi ada banyak temannya dari
fakultas lain yang sering ngumpul di taman depan ruang kuliah. Urayamashinaa..mereka
selalu riang. Aku kadang diajak gabung oleh wi san, yang sekelas denganku.
Senang bisa mengenal mereka. Semuanya ramah. Bahkan ketika ada teman mereka
yang merayakan pesta perpisahan karena akan pulang ke Indonesia, mereka juga
mengundangku. Sungguh terlihat jelas mereka sopan-sopan sekali. Teman yang
laki-laki terlihat seperti mengambil jarak Tidak berbaur dengan kami yang
perempuan. Dan selama kutahu tak pernah sekalipun ada minuman keras ada
diantara mereka. Mengapa beda dengan teman-teman Toni ya? Toni saja seperti
itu. Suka mabuk. Aku sih menganggapnya wajar karena aku terbiasa dengan itu
semua. Kalau aku lagi marah sama Toni pun suka minum sampai teler. Lega rasanya
hati bila bisa minum sampai mabuk. Jadi ingat saat aku tertidur pulas di
samping apato beberapa waktu lalu. Fatimah San yang membangunkanku. Sungguh aku
malu saat itu.
Ingat Toni aku
sedih. Beruntung tadi Toni tak menamparku. Minggu lalu wajahku sebelah kanan
membiru bekas tamparan Toni. Aku tak pernah melawan. Aku sangat mencintai Toni.
Dan aku berharap Toni mau berubah. Saat aku ke gereja ikut Toni yang tak mesti
seminggu sekali itu, aku selalu berdoa di depan patung salib. Mudahan dia
mengabulkan pintaku untuk senantiasa bahagia bersama Toni.
Teng..teng..
sayup-sayup kudengar dentang jam berdentang dua kali. Kulirik Gucci pemberian
Ibu oshogatsu tahun lalu. Yup! Aku beranjak meninggalkan taman.
"Yukiko San!!
Matte!”
Aku menoleh.
Kulihat Hasna San, teman sekelasku berlari-lari. Dengan nafas
tersenggal-senggal dia mengatakan ingin mengajakku ke rumahnya.
“Kamu dokoemo
ikanai? Kyo? Senseinya gak hadir kan? Yuk ikut kerumahku..oops! kaikan. He.he,
daripada dirumah bengong.” Pintanya.
“ Ee to..sonee,
tapi nanti aku harus baito jam 3 sore.” Jawabku
“Nee sakkini kaeru
iiyou! Iko!" Aku tak bisa menolak. Entahlah, aku merasa nyaman bersama dia
dan teman-temannya.. Uniknya mereka tak ada yang punya pacar. Katanya suami
mereka nanti itulah pacar mereka. Tidak boleh pacaran dalam agama mereka. Oh ya
Islam.
Kamu gimana? Saat
mereka balik bertanya aku kelabakan. Terus terang aku tak tahu sebenarnya
agamaku apa? Sejak bersama Toni tiga bulan yang lalu aku sering ikut ke gereja.
Cuman ikut saja. Kupikir sama saja. Shinto, Budha, juga Kristen. Karena mungkin
aku tak mempelajari sejak kecil. Dan sekarang aku sama Toni hidup bersama tanpa
ikatan. Seperti apa ya aku dalam pandangan mereka? Di negeri mereka tabu hidup
bersama. Hanya Toni bersamaku…dia Indonesiajin tapi…
“Nee..hello??
kulihat Hasna menggoyangkan tangannya didepanku. “Melamun?” katanya lagi..
“..iie…” sahutku
cepat.
“Naik Keio saja ya
ke Meidaimae trus oper ke jurusan Hachioji” Kata Wi San menerangkan, setelah
kami tiba di eki. Ternyata sudah menunggu teman-teman Hasna San yang lain di
situ. Ada sekitar lima orang. Nama mereka aku tidak begitu hafal.
“Konnichiwa” Aku
menyapa sambil mengangguk.
“Konnichiwa” .sahut
mereka serempak.
Dan tak ada sepuluh
menit, kami sudah naik Keio Line menuju Meidaimae. Seperti yang tadi dikatakan
Wi san nanti norikae di Meidaemae, baru turun di Sengawa eki.
Didalam densha aku
banyak termenung. Ada diantara mereka selalu membuat aku berpikir. Suami itu
sekaligus pacar? Tidak ada pacaran? Bagaimana bisa saling mengerti dan memahami
sifat-sifat masing-masing kalo tidak saling mengenal mendalam terlebih dahulu?
Itukah islam? Hatiku berdesir. Sepintas dimataku bayangan fatimah San dan
kelurganya yang tampak bahagia. Teman-temanya banyak. Juga Wi San dan
kawan-kawannya wajahnya selalu terlihat cerah.
Sampai di Sengawa
Eki jam 11 siang. Masih banyak waktu menunggu baito. “Eh Yukiko San mau belanja
sebentar ya? Daijobu?” Tanya Hasna San. Aku mengangguk.
Tak lama setelah
itu kami berjalan ke Soshigaya kaikan. Lumayan jauh dari eki, sekitar 30
menitan. Gedung asrama mahasiswa berlantai 5 itu terkesan asri, rapi dan
bersih. Sepertinya nyaman tinggal disini.
“Kita ke lantai
berapa?” Tanyaku. “Rencananya kita oinori dulu dikamar Wi San lantai I, habis
itu ke dapur masak dan makan..dou? Sudah lapar ya? Maaf ..sholat dulu.” Hasna
San menjawab sambil mencari sesuatu dalam tasnya.
“Sholat?”
“Ya..” Jawab Hasna
San singkat.
“Sholat itu
oinori…” Sambung seseorang. Aku mengangguk. Hmm inorinya gimana ya? Apa sama
denganku? Ah lihat saja.
“Yuk masuk..maaf
kamarnya sempit, masih berantakan pula..yuk semua masuk, sholatnya gantian ya?
Tapi kayaknya cukup deh!” Kata Hasna San sambil membuka pintu.
Aku melihat mereka
berbaris rapi dalam kamar sempit itu. Setelah itu mereka melakukan gerakan-gerakan
aneh. Apa maksudnya ya? Sama dengan kebiasaan orang jepang kalau minta maaf
yang kadang sampai sujud. Lama kuperhatikan mereka, sambil melihat-lihat
suasana kamar Hasna San. Hmm rapi. Rupanya dia suka biru. Ada stiker
bertuliskan “Islam is the best choice” dan “Islam is my way”. Selebihnya ada
banyak tulisan dari huruf yang aku tak tahu. Huruf apa ya? Tak sengaja pandang
mataku tertuju pada sebuah buku tebal warna hijau di atas meja belajar depanku.
Kudekatkan kepalaku mencoba membaca judulnya “The Nobel Quran the english
translation and commentary”. Buku apa ya? Ingin tahu segera kuambil dan kubuka.
Huruf-huruf asing banyak disitu, meski ada juga bahasa inggrisnya. Pelan-pelan
kubuka selembar demi selembar sampai ada tulisan yang menarik hatiku “Say: He
is Allah, the One.” Hatiku berdesir.
“Baca apa Yukiko
San?” Sebuah suara mengagetkanku.
“Gommenasai..” Aku
segera minta maaf atas kelancanganku. “Eh gak papa!” Wi San buru-buru menjawab.
“Abis ini langsung ke dapur ya semuaa!! Aku duluan..bawa belanjaan ke sana.”
Katanya sambil membawa tas plastik berisi belanjaan.
“Aku bantu..”kataku
menawarkan.
“Iiyou…Yukikosan
bareng yang lain saja..” sahutnya tersenyum seraya bergegas keluar.
“Ya Yukiko
San…bareng aku, bentar betulinjilbab.. “ kata seseorang.
“Jilbab?? Nani??
“Gommen, scraf..ini
“ katanya menunjuk scraf yang dia pakai.
“Eh ini boleh aku
coba? Aku menunjuk scraf pink di atas bed.
“Pengin tahu gimana
wajahku kalau pakaiscraf kayak kalian..Punya siapa?"
"Mau coba?
Waah pasti cakep.” Teman yang lain angkat bicara.
"He eh gimana
pakainya?" Aku tersenyum.
Aku kemudian asyik
mencoba scraf pink itu. Mereka membantu mendandaniku..Kulihat dicermin wajahku
berubah. Perasaan aku jadi lebih cantik he...he..Hmm ada rasa damai memakai ini.
“Waah bener kataku
kan?? Yukiko San makin cakep euy! Mereka mengerumuniku.
"Iie…"
jawabku malu.
“Oh ya kalian kapan
buka ini? Kelihatannya dari tadi tidak ada yang buka? Gak panas? Aku jadi
pengin tahu rambut Wi San ? Boleh ? ” tanyaku ingin tahu.
“E dame you... “ Wi
san tersenyum
“Heeh!! Nande?
“E to..sou
nee..dalam aturan agamaku yang boleh lihat hanya suami, keluarga ..hmm dan..
sesama perempuan yang sama agama islamnya..” Wi San tampak hati-hati
menjelaskan.
“Sou ka?.Aku gak
boleh ya?..maaf.. Daijobu…". Wi San tersenyum
“Oh ya Hasna
kasihan didapur kita Bantu yuuk!"
“Yuuk!!" Sahut
yang lain.
"Eh aku boleh
make ini ke dapur? Biar sama dengan kalian..he he..punya siapa sih?"
“Pakai saja punya
si Hasna. Kita kasih kejutan dia hi hi“ Jawab Mela.
“Ya betul, “ teman
yang lain setuju. Aku senang.
*****
Sejak itu aku
semakin akrab dengan mereka. Aku tertarik untuk mengetahui sesuatu dari mereka.
Toni tidak suka melihat aku sering bergaul dengan mereka. Kami semakin sering
bertengkar. Entah berapa kali aku kena pukul Toni. Kalau sudah begitu biasanya
aku lari menemui Hasna atau siapaun yang aku telah kenal akrab. Aku tak tahan.
Tapi aku begitu mencintai Toni. Dan Toni tahu itu. Dia yakin aku takkan
meninggalkannya. Dia selalu mengejekku. “Ha ha ha! Kau tidak bisa meninggalkan
aku bukan?? Lihat saja setiap kau lari kau pasti akan pulang! Ha ha!” Hatiku
sungguh sakit mendengar hal itu.
Toni bukan suamiku,
kami tak ada ikatan apa-apa. Meski aku selalu bertindak bak istri setia. Dan
Toni? Apakah yang kucari? Apa yng bisa kuharapkan dari dia? Menjadi istrinya?
Kapankah itu? Sejuta Tanya membuatku ragu dengan jalan yang selama ini kutempuh.
Bersama Hasna San
dan teman-temannya aku seperti memperoleh sesuatu yang baru. Ada rasa yang tak
bisa kuungkapkan. Aku jadi sering ketagihan memakai scarf yang mereka sering
menyebutnya jilbab. Seiring dengan itu mulai sering membaca tentang islam.
Mencari reference mengapa mereka menyebut tuhan mereka satu. Seringkali aku
terjebak dalam kebingungan-kebingungan yang tak ada jawab. Sejak kecil aku
terbiasa pergi beribadah kemana saja. Kadang ke kuil, Jinja kadang juga
keluargaku pergi ke gereja. Dan selama bersama Toni aku lebih sering ke gereja.
Entahlah. Tuhanku siapa?
*****
Suatu hari di bulan
Desember yang penuh salju memutih disana-sini, Aku melangkah dengan mantap ke
apatonya Toni tempat selama beberapa bulan ini kami hidup bersama. Seminggu
yang lalu aku bilang pada Toni untuk menengok orang tuaku di Osaka. Aku memang
pulang, hanya dua hari saja. Selebihnya aku banyak bersama Hasna san.
Ting Tong! Aku
memijit bel apato Toni. Hatiku berdebar-debar menanti pintu dibuka.
Bagaimanapun aku mencintai Toni. Namun aku sudah memutuskan. Ada cinta lain
yang harus kugenggam.
Ting! Tong!
Sekalilagi aku memencet bel apato. Toni pasti tahu aku yang datang, karena aku
sudah bilang hari ini aku akan datang. Kuyakinkan hati untuk mengatakan sesuatu
pada Toni. Tak lama kemudian Toni membuka pintu. Kulihat Toni tersenyum, namun
seketika raut wajahnya berubah. Ada bara di sana . Aku yakin dia sudah bisa
menyimpulkan. Aku mencoba tersenyum.Tapi..
“Pergiiii!” Jangan
datang lagi!! Toni berteriak.
Aku diam.
“Cepat!! …Atau
tunggu disitu! Jangan masuk. Haram kamarku kau masuki lagi!" Teriaknya Sekali
lagi aku diam. Kemudian Toni melemparkan semua barang-barangku. Sepatu,
baju-baju, tas…buku..
“Aku hanya ingin
minta maaf..” Kataku pelan
“Persetan!
Braaak ! Pintu
tertutup.
Di depan pintu aku
terpaku. Maafkan aku Toni. Hampir sepuluh menit aku berdiri didepan pintu.
Diantara barang-barang berserak. Aku sungguh ingin minta maaf pada Toni sebelum
aku pergi.
Piuuuuh!
Aku melangkah di
antara reruntuhan salju taman depan apato. Ya Allah indah sekali musim ini.
Cintaku bersemi hanya padaMu. Biarkan aku datang padaMu ya Allah dengan segenap
rasa, menghapus segala noda dan kesalahan lalu. Kutatap langit yang penuh
kapas-kapas melayang. Dan kubiarkan hembusan angin fuyu mempermainkan jilbab
pinkku.
Usai di sudut
kaikan 16.44 satoe oktober 2004
catatan:
Fuyuno Ai : Cinta
musim dingin
Aki : Musim gugur
Todai : Tokyo
daigaku/Universitas Tokyo
Baito : Kerja part
time
Apato : Apartemen
Natsu : Musim panas
taihenkamo: mungkin
susah
matte : tunggu!
Dokoemo ikanai?:
enggak pergi kemana-mana?
Kyou : hari ini
Sensei : dosen
konnichiwa :
selamat siang
Eki : stasiun kereta
Daijoubu : gak apa
apa
Dou : gimana?
Kaikan : asrama
Dame : gak boleh
Nande? : kenapa?
Iiyou : boleh
Souka? : benarkah?
No comments:
Post a Comment