Its Me...!

My photo
Depok, Jawa Barat, Indonesia
Cool, Calm and Confident

Sunday 6 November 2011

NAIK GUNUNG

Hari itu bertepatan dengan hari libur kuliah. Ranid bersama kawan-kawan ikhwan lainnya bersiap untuk mengadakan rihlah. Tidak kurang 24 orang pemuda dan satu orang yang dianggap ustadz yang sudah tak muda bersiap untuk menaklukkan sebuah puncak gunung yang dianggap bertuah. ‘Ala kuli hal semua dilakoni dalam rangka untuk mengambil sebanyak-banyaknya hikmah.

Tepat pagi hari mereka sudah sampai di pintu gerbang masuk menuju puncak. Usai sholat shubuh berjama’ah dan sedikit pemanasan sarapan-pun dimasak. Suasana keakraban dan kekeluargaan mulai tampak. Berbagi makanan, minuman, dan pengambilan foto pun sudah menjadi hal yang sangat layak.
Bismillah, acara pun dibuka Ustadz Sanwani pun memberikan petuah terkait dengan hal pendakian. Bahwasannya dalam mendaki jangan-lah berbicara seperti halnya dalam membuang sampah yakni—jangan suka sembarangan. Dan tak lupa zikir pun harus dan senantiasa untuk diucapkan. Dan tak lupa juga niatkan pendakian ini dalam rangka beribadah karena Allah yang menciptakan segenap insan.

Pendakian dibagi menjadi 3 tim kecil. Ranid cs ditempatkan pada urutan tim kedua dikarenakan dalam urusan daki-mendaki mereka masih dianggap jahil. Bagaimana tidak pengalaman Ranid sebelumnya hanyalah mendaki sebuah bukit nan mungil. Namun walaupun begitu semangat mereka—Ranid Cs dalam pendakian ini tidaklah secuil.
Pada kilometer awal track masih lancar dan belum ada halangan yang berarti. Mendaki gunug lewati lembah adalah kondisi jalur pendakian persis soundtrack-nya Ninja Hatori. Namun perlahan tapi pasti kengerian-kengerian mulai nampak menghampiri. Medan yang masih liar dan hutan-hutan masih sangatlah asri. Serangan-serangan pacet atau lintah mulai datang silih berganti. Belum lagi kisah-kisah horor terkait pendakian terus saja membayangi.

Ranid masih terus berusaha untuk melewati track yang dirasa sulit. Ibarat ultra-man mungkin lampu di dadanya sudah kedap-kedip dan berbunyi tit-tit-tit. Minuman dan makanan pun harus diirit-irit. Ya, karena di gunung tidak ada tuh yang namanya warung yang jual kopi pahit. Yang ada hanya humus, lumpur, dan akar pohon yang berbelit-belit.
Sejatinya mendaki gunung adalah suasana yang tepat untuk pembentukan karakter diri. Sifat manja, egois, pelit dan sebagainya muncul tanpa disadari. Ada seorang teman yang rela membawakan tas temannya yang beratnya mungkin melebihi tubuhnya sendiri. Ada juga seorang ikhwan yang rela untuk menemani temannya walaupun temannya tersebut kerap menghambat jalur yang dilalui.

Ranid teringat akan ucapan seorang ustadz muda. Bahwa safar berasal dari kata sa-fa-ro yang berati terbuka. Safar atau perjalanan pada hakikatnya akan membuka watak seorang manusia. Dan hal itu terbukti dalam hal berpergian ke sebuah gunung yang notabenenya daerah atap dunia.
Dalam kondisi istirahat dan kondisi sisa-sisa tenaga. Ranid menyempatkan diri untuk bercanda. Sekedar hanya untuk meregangkan otot-otot yang tegang karena beratnya medan laga. Ia pun menuturkan sebuah tembang yang cukup akrab ditelinga. Dimana.. Dimana.. Puncaknya.. Kucari.. Kucari.. Dimana..

Medan dirasa semakin menantang. Ternyata tracknya tak seindah yang terbayang. Jalan setapak sangat kecil tak cukup untuk dua orang. Di sisi kanan-kiri pun yang terlihat hanyalah jurang. Melihat hal itu Ranid mendadak takut bukan kepalang. Maka mulutnya pun terus berzikir seolah malaikat maut tengah menghadang.
Ranid berpikir tentang sebuah lagu diwaktu ia masih balita. Sering ia dengar ketika ia masih duduk dibangku TPA.
Naik-naik ke puncak gunung tinggi-tinggi sekali 2x..
Kiri-kanan kulihat saja banyak pohon cemara a a a 2x..
Sederet pertanyaan berseliweran dihadapan mukanya. Yang pertama adakah anak kecil yang sudah pernah naik ke puncak gunung seperti dalam bait yang tertera? Dan yang kedua adalah Kenapa ekspresi menyanyikan lagu tersebut harus riang gembira?
Akhirnya ia pun mencoba untuk menggubah syairnya.
Naik-naik ke puncak gunung. Ngeri-ngeri sekali 2x..
Kiri-kanan kulihat saja banyak tebing jurangnya a a a 2x..

Pendakian sudah memakan waktu yang lama dan panjang. Namun puncak yang dituju tak kunjung terlihat di selayang pandang. Waktu pun sudah menunjukkan waktu petang. Dan mereka semua sepakat untuk membuat kemah tepat dibawah pohon yang rindang.
Keesokan harinya perjalanan dilanjutkan. Puncak gunung hanya tinggal berkisar 1 kilometer-an. Dengan modal sarapan yang cuma cukup untuk ganjalan. Mereka semua bersemangat dalam hal melakukan pendakian. Tujuan mereka hanya satu yakni melihat dari atas puncak gunung pemandangan yang indah untuk dilewatkan.

Alhamdulillah sampailah mereka semua di atas puncak gunung. Rasanya sangatlah memuaskan seperti halnya seorang Michael Angelo yang telah berhasil membuat sebuah patung. Ranid dan kawan-kawan untuk sejenak merasa linglung. Mereka masih sangat berharap bahwa di atas puncak tentang adanya sebuah warung.
Setelah makan dan istirahat sebentar. Ustadz Sanwani pun membuka sedikit ta’lim guna menjelaskan berbagai macam i’tibar. Semua peserta pendakian merapatkan diri bersiap untuk mendengar. Walau perut keroncongan menahan lapar.

Ustadz Sanwani dengan lahjah (logat) yang khas berkata “naek gunung salah satu proses tarbiyah, dimana kita bisa tau atau ta’aruf tentang kondisi saudara-saudara kita. Mungkin kita baru tau bahwa oo si fulan begini si fulan begitu. Karena mungkin waktu liqo si fulan tadi masih nutup diri. Nah pas mendaki gunung semua itu kebuka”.

Dalam proses naek gunung kita juga diajarin bersyukur. Coba buat antum yang sudah ninggalin jejak (buang air) kebayang kan, gimana ribetnya thoharoh tanpa aer? yang ada cuman daon, batu, kayu. Alhamdulillah itu daon gak ada ulet bulunya, coba kalo ada. Gak kebayang dah kita bakalan repotnya. Mulai sekarang biasain dah bersyukur. Panas disyukurin, hujan juga kita syukurin. Ini semua rahmat Allah. Macet disyukurin, gak macet pun disyukurin. Jangan bisanya cuman teriak galau.com, pusing, capek, lemah lesu dan sebagainya.

Masih Ustadz Sanwani melanjutkan. Dan tanpa komando para peserta pendakian pun asik mendengar dan mengikuti satu-persatu kata-kata yang keluar dari mulut beliau.
“Yang selanjutnya kita diajarin jangan isti’jal. Jangan terburu-buru, semua butuh perencanaan yang mateng. Kayak tadi kan antum, pas di bawah makan minum diatur sedikit sedikit. Gak boleh juga ada yang maruk atau rakus, makanan cuman buat dia doang misalnya. Kalo belum siap ke marhalah atau tingkatan atau track selanjutnya. Ya gak apa-apa juga kita istirahat. Introspeksi apa yang harus dibenahin. Kalo kita buru-buru sampe ke atas yang ada cuman capek doang, temen kita kemana, kita udah dimana. Harusnya kita tungguin temen kita, yang udah agak capek ditungguin. Jangan ngerasa kuat lantas malah ninggalin temen yang kita anggap cuman kerikil dalam perjalanan kita, kalo ada temen yang ngarahin atau minta bantuan yaa kita dengerin dulu, pokoknya santai saja jangan keburu-buru mau naklukin gunung.”

“Yang terakhir yang gak kalah penting adalah zikir. Kita dipaksa zikir sama Allah, coba kalo jalannya biasa-biasa aja, mungkin kita gak bakalan zikir kali. Tapi kan ada jurang, banyak jalanan yang terjal dan lain lain. baca lagi surat Al Isro 67 –dan apabila kamu ditimpa bahaya dilautan, niscaya hilang siapa yang kamu seru kecuali Dia-. Kadang-kadang kita harus dipaksa untuk zikir dulu. Kalo lagi kira-kira bahaya kita langsung inget, langsung zikir. Kalo nggak gitu ya susah juga buat kita mengingat nama Allah. Dan kalo kita udah inget Allah terus percaya dah kita gak bakalan keder atau tersesat dalam perjalanan hidup ini”.

Tak terasa sudah setengah jam mereka menggelar ta’lim. Intinya bagi Ranid hal ini menjadi pengalaman baru dalam hidupnya yang minim. Hikmah ataupun ilmu bisa diperoleh dimana saja asalkan orang-orang mau berpikir terhadap ciptaan Allah al ‘Alim.
Maka mereka pun berkemas bersiap untuk pulang menuju rumah masing-masing. Medan penurunan pun dirasa tak sesulit medan pendakian dikarenakan ia lebih miring. Waktu yang dihabiskan pun terasa lebih sedikit membuat para peserta tidak menjadi pening.

sumber : dinarzulakbar_mail@yahoo.com

No comments:

Post a Comment